MENGENDALIKAN WERENG BATANG COKLAT
SECARA KULTUR TEHNIS
Disusun Oleh Wibowo, S.ST. PP. Madya Dinas Pert. Dan Ket. Pangan Kab. Tegal
A. PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini Indonesia sudah mualai swasembada
pangan lagi,terutama beras. Peningkatan produksi yang telah tercapai
setelah Pemerintah gencar melaksanakan program UPSUS melalui LTT, Program Peningkatan Produksi
Beras Nasional telah berhasil, dengan memberikan berbagai subsidi, bantuan langsung dan
insentif bagi petani dalam bentuk benih unggul termasuk padi hibrida,
pupuk kimia (N,P, K ) dan pupuk organik pada petani dan kelompok tani
melalui Gapoktan. Kegiatan penyuluhan petani ditingkatkan dengan menambah
kuantitas dan kualitas tenaga PPL yang disebarkan sampai ke semua
desa. Peningkatan
produksi yang telah dicapai memberikan dampak terhadap stabilitas ekonomi kita,
peningkatan
produksi padi setiap tahun yang ditargetkan 5% guna mengimbangi pertambahan
kebutuhan pangan akibat pertambahan penduduk serta kebutuhan
sektor lain akan tanaman pangan.
Seiring dengan meningkatnya luas tambah tanam (
LTT ), bila tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan denan baik,
dimungkinkan adanya serangan hama yang dominan didaerah tersebut, misalnya hama
wereng batang coklat, penggerek batang padi, Tikus dll.
Implementasi program P2BN secara luas melalui LTT, intensif, dan cenderung seragam akan
mengundang reaksi dan umpan balik ekologis yang secara potensial
dapat menjadi penghambat pencapaian sasaran jangka pendek usaha
peningkatan produksi pangan. Reaksi ekologi tersebut dapat mengakibatkan P2BN
menjadi semakin tidak efektif dan efisien dalam mencapai sasarannya yaitu
peningkatan produksi pangan berkelanjutan. Salah satu bentuk reaksi ekologis
yang sekarang dihadapi oleh petani adalah peningkatan letusan dan serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama hama wereng batang cokelat
(WBC) beserta penyakit virus yang ditularkan (virus kerdil rumput dan
virus kerdil hampa)
Begitu juga penggunaan
insektisida secara tidak ‘tepat guna’ mendorong meningkatnya populasi dan luas
serangan WBC. Hasil pengamatan lapangan di beberapa titik di Jawa Tengah
menunjukkan bahwa analisis di atas sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan,
di samping kondisi cuaca yang mungkin juga berpengaruh. Populasi WBC yang ada di
beberapa titik sangat tinggi, dan dengan kemampuan migrasi serta tersedianya
non VUTW populasi yang ada saat ini dapat meningkat dan meluas secara cepat.
Lebih lagi, VUTW yang ada (IR64) mengindikasikan kalau sifat ketahanannya telah
terpatahkan oleh mungkin munculnya biotipe baru. Teknologi yang ada dan
kebijakan pelaksaan Inpres No. 3 Tahun 1986 diyakini masih relevan dan mampu
mengatasi permasalahan WBC kalau dilaksanakan secara benar.
Ada
banyak kebijakan penting dalam Inpres 3/1986 tersebut dan enam
diantaranya adalah:
1.
Pengendalian hama wereng cokelat dengan menggunakan
prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT);
2.
Penggunaan pola tanam yang
diarahkan ke pertanaman serentak, pergiliran tanaman dan pergiliran varietas;
3.
Penananman varietas unggul
tahan hama;
4.
Lima puluh tujuh (57)
formulasi insektisida yang dapat menimbulkan resurjensi, resistensi dan
dampak lain yang merugikan dilarang digunakan untuk tanaman padi;
5.
Pengamatan hama
untuk mengetahui kemungkinan timbulnya hama
secara dini dan akurat perlu dilaksanakan antara lain dengan menambah jumlah
tenaga pengamat serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya melalui
kegiatan pelatihan PHT;
6.
Dalam rangka penyuluhan
pertanian kepada penyuluh pertanian dan kelompok tani/petani diberikan latihan
untuk meningkatkan ketrampilannya.
B. PERMASALAHAN DILAPANGAN
1.
Faktor utama yang berkontribusi
terhadap meningkatnya populasi dan meluasnya serangan WBC dalam beberapa tahun
terakhir adalah potensi biotis WBC yang tinggi, faktor abiotik, dan kegiatan
operasional budidaya padi yang favorable (mendukung) berkembangnya
populasiWBC. Ketiga faktor tersebut dapat bekerja secara bersama maupun secara
sendiri-sendiri. Penjabaran lebih lanjut akan kami fokuskan pada faktor
terakhir.
2.
VUTW masih cukup banyak ditanam
oleh petani, misalnya IR64, tetapi varietas lain yang tidak tahan terhadap WBC
(Non VUTW) juga banyak ditanam di berbagai sentra produksi padi bahkan di
daerah-daerah yang sudah diketahui sebagai daerah endemik. Varietas Non VUTW
ini pada umumnya adalah varietas lokal atau hibrida yang rentan terhadap semua
biotipe WBC. IR64 yang mempunyai gen ketahanan juga mati karena serangan WBC.
Sangat mungkin populasi WBC yang ada saat ini di lapangan merupakan populasi
yang telah mampu beradaptasi dan berkembang dengan mematahkan gen ketahanan
yang ada pada IR64. Kombinasi antara ketersedian varietas peka yang dapat
digunakan sebagai tempat hidup WBC berbagai biotipe dan munculnya biotipe baru
yang mematahkan VUTW yang ada saat ini memberikan ekosistem yang kondusif bagi berkembangnya
WBC.
3.
Pada kenyataannya insektisida
masih banyak digunakan untuk pengendalian WBC maupun hama padi lainnya. Sudah
sangat dipahami bahwa penggunaan insektisida yang tidak tepat menyebabkan
berbagai dampak yang tidak diinginkan, diantaranya resistensi dan resurjensi.
Hasil penelitian sudah banyak yang mendokumentasikan kemampuan populasi WBC
untuk menjadi tahan terhadap berbagai jenis insektisida. Insektisida sama
yang dipakai secara terus menerus akan menyebabkan munculnya populasi yang resisten
(tahan) terhadap insektisida dalam waktu yang relatif singkat. Penelitian kami
di laboratorium menunjukkan bahwa tidak lebih dari enam bulan populasi WBC
sudah bisa menjadi resisten terhadap insektisida tertentu. Resurjensi juga
dipicu oleh digunakannya inseketisida yang berspektrum luas dan digunakan tidak
sesuai dengan dosis/konsentrasi rekomendasi. Mempertimbangkan pengalaman
sebelumnya dan kegiatan pertanian padi yang kita praktekan saat ini, resistensi
dan resurjensi dapat juga mempunyai kontribusi terhadap meningkatnya populasi
WBC di beberapa daerah akhir-akhir ini.
7. CARA PENGENDALIAN KULTUR TEHNIS
a.
Pengendalian hama terpadu ( PHT ), adalah sistem pengendalian populasi hama
dengan menerapkan berbagai cara pengendalian yang serasi dalam suatu kesatuan
program sehingga populasi hama dapat ditekan di bawah tingkat yang dapat
menimbulkan kerugian ekonomi, dan aman terhadap lingkungan. Teknologi yang
digunakan harus benar-benar yang menguntungkan petani.
b.
Menanam Varietas Tahan : Khusus dalam
pengendalian hama wereng coklat dan penyakit-penyakit virus yang ditularkan, penggunaan varietas tahan sangat menentukan,
terhadap perkembangan populasi hama tanaman.
c.
Pengaturan Pola Tanam
Cara-cara pengaturan pola tanam yang dapat diterapkan dalam
pengendalian hama wereng coklat dan penyakit virus yang ditularkannya adalah
tanam serentak, pergiliran tanaman, dan pergiliran varietas tahan.
d.
Tanam Serempak
Dengan tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih
generasi hama sehingga populasi wereng coklat tidak mempunyai kemampuan untuk
berkembangbiak, terus menerus, memudahkan pengamatan dan apabila diperlukan
memudahkan penentuan saat aplikasi insektisida dan lebih menjamin efektivitas
aplikasi insektisida. Dengan demikian aplikasi insektisida tidak perlu diulang-ulang.
Tanam serentak dapat membantu memutuskan tersedianya makanan hama
karena adanya periode tidak ada tanaman (Bera) pada saat pengolahan tanah
diantaranya dia periode tanam, sehingga populasi wereng coklat dapat ditekan, Tanam serentak hendaknya
dilakukan pada areal yang cukup luas sekurang-kurangnya meliputi satu petak
tersier atau wilkel dengan selisih waktu tanam paling lama dua minggu dan
selisih waktu panen paling lama empat minggu. Untuk itu varietas padi yang
ditanam harus yang berumur relatif sama.
e.
Pergiliran Tanaman
Hama wereng coklat tidak mempunyai inang lain selain padi. Penanaman
monokultur padi secara terus menerus menyebabkan tersedianya tanaman inang
sepanjang tahun yang memungkinkan berkembangnya populasi wereng coklat. Oleh
karena itu, usaha untuk memutus ketersediaan makanan mutlak diperlukan. Usaha
tersebut antara lain dengan cara menerapkan pergiliran tanaman, yaitu
sekurang-kurangnya satu kali menanam non padi atau dibiarkan bera selama satu
sampai dua bulan setiap tahun
f.
Pergiliran Varietas Tahan
Bagi daerah-daearah berpola tanam padi sepanjang tahun karena
berbagai alasan seperti drainase, sosial ekonomi, dan lain-lain, hendaknya
dilakukan pergiliran varietas tahan untuk menekan dan menghambat perkembangan
biotipe baru. Varietas yang digilir harus dari kelompok varietas yang memiliki
gen tahan (tetua tahan) yang berbeda
Cara ini perlu ditunjang dengan pengelolaan penyediaan benih yang
terprogram denga baik untuk menjamin ketepatan jenis, mutu, jumlah, waktu,
tempat dan harga, oleh karena itu, perusahaan-perusahaan benih,
penangkar-penangkar benih dan ikatan penangkar benih harus benar-benar memahami
akan pentingnya penyediaan benih dalam usaha pengendalian hama terpadu wereng
coklat.
g.
Penanaman Varietas Unggul
Tahan Wereng (VUTW)
Di daerah tropis, penanaman varietas tahan mempunyai peranan yang
penting dalam pengendalian hama wereng coklat. Namun demikian, pengendalian
wereng dengan mengandalkan pada penanaman varietas tahan masih mengandung
resiko, karena ketahanan genetik varietas tahan dapat dipatahkan oleh adanya
perkembangan biotipe wereng coklat. Oleh karena itu wereng coklat memiliki
potensi reproduksi yang tinggi, siklus hidup yang pendek dan sifat monophagus,
maka akan mendorong terjadinya biotipe yang lebih ganas (biotipe virulen)
terhadap varietas tahan monogenik yang ditanam secara monokultur terus menerus.
Dengan demikian, berarti daya tahan varietas tergantung sepenuhnya pada
perkembangan biotipe virulen.
h.
Eradikasi dan Sanitasi
Eradikasi dan sanitasi dilakukan dengan tujuan menghilangkan sumber
serangan. Pada daerah serangan wereng coklat yang bukan merupakan daerah
serangan virus kerdil rumput dan kerdil hampa, eradikasi dan atau sanitasi
dilakukan pada tanaman padi yang puso (intensitas serangannya > = 85%). Pada
daerah serangan berat, eradikasi hendaknya diikuti dengan pemberaan lahan
selama satu sampai dua bulan atau penanaman tanaman non padi.
0 comments:
Post a Comment